IAIN Cirebon Menggelar Kegiatan Saresehan Ulama Se Jabar Bagian Timur dan Jateng Bagian Barat
Rabu, 13 Oktober 2021
Edit
Rektor IAIN Cirebon Dr H Sumanta M.Ag, , Warek 2, Dr Kartimi M.Pd, Dekan FUAD, Dr Hajam M.Ag bersama KH Mustofa Aqil Shiroj dan Kapolres Cirebon Kota pada kegiatan saresehan ulama se wilayah 3 Cirebon, Brebes, Tegal dan Pekalongan, Rabu (13/10/2021).
FOKUS CIREBON - IAIN Syekh Nurjati Cirebon menggelar kegiatan saresehan para kiyai dan ulama se wilayah III Cirebon, Brebes, Tegal dan Pekalongan. Kegiatan yang dihadiri ratusan ulama tersebut dalam rangka penguatan ilmu keagamaan dan lounching Program Studi (Prodi) baru.
Kegiatan saresehan yang merupakan masih dalam rangkaian acara disnatalis ke-56 IAIN Syekh Nurjati Cirebon, sedianya akan dihadiri Habib Luthfi dari Pekalongan, sebagai pembicara pertama, namun dikarenakan jadwalnya bebarengan dengan agenda Habib Luthfi yang mengisi kegiatan di Malang, Jawa Timur, sehingga batal hadir ke Cirebon dan digantikan oleh pembicara kedua, yakni KH Mustofa Aqil Siroj.
"Memang ada dua pembicara pada kegiatan saresehan alim ulama ini. Insya Allah ke depan kita akan agendakan kembali pada moment yang sama, dan pada kegiatan ini alhamdulillah dihadiri 150 ulama dari berbagai Pondok Pesantren, termasuk bapak Kapolres Cirebon Kota dan bapak Wali Kota Cirebon, atau yang mewakilinya," terang Dekan Fakultas Ushuludin, Adab dan Dakwah (FUAD) IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Dr Hajam M.Ag, Rabu (13/10/2021).
Hajam menjelaskan, saresehan ulama se Wilayah III Cirebon di kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon ini tentu akan menjadi moment penting bagi penguatan ilmu keagamaan. Saresehan ini juga merupakan bentuk apresiasi dan penghargaan kepada para ulama/Kiyai atas konstribusinya bagi pendirian IAIN.
"Kampus keagamaan Islam negeri satu-satunya di wilayah III Cirebon ini akan mengalami perubahan besar pada status lembaga. Bahkan, IAIN Syekh Nurjati Cirebon pun terus berupaya mengembangkan sayapnya di bidang keilmuan," terangnya.
Salah satu upaya tersebut, kata Hajam, adalah membuka sejumlah program studi (prodi) baru. Seperti, di Fakultas Ushuludin, Adab, dan Dakwah (FUAD) IAIN Syekh Nurjati Cirebon, yaitu Tasawuf dan Psikoterapi, serta Sosiologi Agama. Sedangkan di Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam (FSEI), yaitu Ilmu Falak dan Pariwisata Islam.
Kemudian, di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), yaitu Pendidikan Ilmu Kimia. Lalu di program Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon, yaitu S3 Hukum Keluarga Islam (HKI).
Hajam juga menambahkan, melalui kegiatan yang bertema “Peran dan Kontribusi Para Ulama dan Akademisi dalam Mengawal Kebhinekaan, Kebangsaan, dan Moderasi Beragama dalam Rangka Mewujudkan Islam Rahmatan Lil alamin di Bumi Nusantara” ini, pihaknya sengaja mengundang pimpinan pondok pesantren tersebut.
"Civitas Akademika IAIN Syekh Nurjati Cirebon ingin bertatap muka langsung dengan para kiai/ulama. Sekaligus mengingatkan sejarah perjuangan, bahwa kampus ini lahir dan berdiri berkat para kiai dan lingkungan pesantren. Jadi Ini adalah napak tilas ulama dan kiai kita saat mendirikan IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Karena pendirian kampus ini (IAIN Syekh Nurjati Cirebon) tidak lepas dari peran kiai, baik yang ada di Cirebon maupun Jawa Barat,” paparnya.
Rektor IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Dr H Sumanta M.Ag
Sumanta menjelaskan, pada tahun 60 an di berbagai pesantren yang ada di Cirebon berdiri perguruan tinggi yang diasuh langsung para kiai. Tetapi ada satu tuntutan secara formal yang menjadi tuntutan sekaligus alasan, kenapa kita harus memiliki perguruan tinggi negeri,” katanya.
Kemudian, lanjut dia, dibuatlah panitia yang mengusulkan perguruan tinggi negeri. Lalu, terbitlah Surat Keputusan (SK) berdirinya lembaga pendidikan tersebut. Namun, lembaga pendidikan negeri ini ditempatkan di wilayah Kota Cirebon. Sehingga, pendidikan tinggi yang awalnya tersebar di pesantren-pesantren ditarik ke tempat tersebut.
“Ditarik ke kota (Cirebon), dilaksanakan kegiatan pembelajaran. Waktu itu Fakultas Tarbiyah Negeri yang tempatnya di Masjid Attaqwa dan rumah yang mendapatkan hak pakai. Di situlah dilakukan perkuliahan negeri. Masih tahun 60an berdiri fakultas negeri di Cirebon,” paparnya.
Saat itu, ungkap Sumanta, dosen yang di SK-kan oleh negara semuanya para kiai. Mereka melakukan kegiatan pembelajaran di lembaga pendidikan yang menjadi cikal-bakal lahirnya IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
“Untuk itu, IAIN Syekh Nurjati Cirebon lahir dari rahimnya pesantren dan dibidani para kiai. Ini merupakan sejarah yang melekat dan tidak bisa kita tinggalkan. Melekatnya sejarah ini tentu saja memiliki konsekuensi visi dan misi yang menjadi pedoman yang kemudian diinternalisasikan di kehidupan akademis,” katanya.
Sumanta menegaskan, para ulama mengorientasikan semua kegiatan akademiknya tentu atas dasar ikhlas kepada Allah SWT. Sehingga, hal itu perlu direfleksikan dalam sebuah pemikiran dan dilaksanakan dalam tindakan akademisi IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
“Tatkala kampus ini bertransformasi menjadi sebuah universitas, nilai-nilai itu tetap kita lestarikan, bahwa kita membawa visi ke-Islaman. Sehingga, kita harus mengorientasi ilmu bukan pada yang sekuler, tapi tetap pada nilai-nilai ke-Islaman,” tandasnya.
Untuk itu, lanjut Sumanta, IAIN Syekh Nurjati Cirebon akan terus mengembangkan distingsi untuk mengupayakan integrasi, keislaman, dan keilmuan.
Selain itu, Sumanta juga menjelaskan, tahun 2021 ini IAIN Syekh Nurjati Cirebon telah melangkah maju dengan melakukan transformasi kelembagaan. Yaitu, dari IAIN menjadi universitas.
“Karena kita sudah berproses dan saat ini sudah di Kemenpan RB, IAIN Syekh Nurjati Cirebon sudah bisa disebut sebagai universitas. Bahkan, Kementerian Agama telah memberikan distingsi pada IAIN Syekh Nurjati Cirebon dengan Universitas Islam Siber Syekh Nurjati Indonesia (UISSI). Dan dalam rapat senat pun diputuskan namanya menjadi UISSI,” terangnya.
Kampus UISSI ini, merupakan satu-satunya, PTKIN di Indonesia yang menerapkan sistem tersebut, yakni hanya di IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Kampus ini akan menjalankan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ).
"Pendaftaran PJJ ini sudah dibuka, mahasiswanya para pendidik di madrasah dan sekolah lainnya. Mereka bukan saja berasal dari penjuru Nusantara, tetapi juga di luar negeri, seperti para Tenaga Kerja Indonesia (TKI), dan mahasiswanya tidak perlu datang ke kampus, di tempatnya bekerja sudah bisa mengikuti pelajaran," tutur Sumanta.
Kendati begitu, sekalipun IAIN Cirebon akan menjadi kampus canggih, atau UISSI, IAIN Syekh Nurjati Cirebon tetap berkomitmen untuk tidak meninggalkan kearifan lokal yang ada. Melainkan, kampus ini akan menginternalisasikan nilai-nilai luhur budaya Cirebon ke dalam lembaga perguruan tinggi dengan memanfaatkan kecanggihan tersebut.
KH Mustofa Aqil Shiroj
“Jadi IAIN (Syekh Nurjati Cirebon) ini adalah perguruan (tinggi) perjuangan. Pendidikan perlawanan terhadap yang dididik kolonial-kolonial, penjajah-penjajah,” ujarnya.
Sehingga, imbuh KH Mustofa, IAIN Syekh Nurjati Cirebon milik pesantren yang lahir dari para kiai. Untuk itu, kiai dan pesantren harus punya rasa memiliki, merasakan, dan tanggungjawab terhadap IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
Sedang terkait dengan transformasi kelembagaan dari IAIN menjadi UIN, KH Mustofa memberikan dukungan dan doa agar rencana tersebut segera terwujud. (din)