Kuatkan Moderasi Beragama, Rektor IAIN Prof Aan Jaleni Bakal Buat Kurikulum dan Masuk Pada Mata Kuliah
CIREBON, FC - Staf Khusus (Stafsus) Menteri Agama RI, Dr Muhammad Nuruzzaman, S.Ag, M.Si menjadi pembicara pada seminar nasional tentang moderasi beragama yang digelar di Gedung SBSN, FITK IAIN Syekh Nurjati Cirebo, Lantai 5, kampus setempat, Sabtu, (15/4/2023).
Dalam seminar ini, Stafsus Nuruzzaman tidak hanya membedah data aktifitas keagamaan di Indonesia tetapi juga bagaimana aktifitas keagamaan di media sosial, hal ini sangat berpengaruh terhadap kondite sosial masyarakat dan kebangsaan dalam keberagamaan di Indonesia.
Stafsus Nuruzzaman juga menyinggung soal moderasi beragama di lingkungan Perguruan Tinggi. Di mana menurut Nuruzzaman perguruan tinggi harus lebih memanfaatkan media sosial agar bisa membanjiri konten yang moderat.
Sehingga PTKIN, bukan saja mencetak lulusan intelektual Islam yang mumpuni, tetapi juga siap dalam digitalisasi, terutama media sosial.
"IAIN Syekh Nurjati Cirebon harus mampu mencetak lulusannya menjadi intelektual Islam yang mumpuni dan menguasai media sosial," pinta Stafsus Nuruzzaman.
Apalagi IAIN Cirebon dalam waktu dekat akan menjadi UIN Siber, maka harus tertantang dalam memformula lulusannya karena membawa nama Siber. Sehingga pengaruh digitalisasi terutama media sosial sangat dahsyat terutama bagi perguruan tinggi itu sendiri.
Demikian juga pengaruh globalisasi digital terhadap moderasi beragama, menurut Stafsus Nuruzzaman, bahwa dewasa ini pola pikir seseorang yang kemudian terimplementasi dipengaruhi oleh apa yang dilihat di media sosial.
Maraknya paham fundamentalis agama di media sosial dan minimnya konten dan pembahasan moderasi beragama di media sosial membuat paham ini semakin menjamur yang kemudian memberikan dampak buruk terhadap toleransi beragama.
"Jadi PTKIN harus ikut serta menggaungkan moderasi beragama di media sosial yang dimiliki semaksimal mungkin, karena media sosial efektif digunakan dalam mengikis paham konservatif dan menumbuh kembangkan paham beragama yang moderat," ucapnya.
Stafsus Nuruzzaman juga menjelaskan, bahwa moderasi beragama menjadi program Kementerian Agama Republik Indonesia. Bahkan tidak hanya menjadi prioritas tetapi juga menjadi program Program Jangka Menengah Nasional (PJMN).
Terkait moderasi beragama ini, kata Nuruzzaman karena muncul tiga tantangan, pertama kelompok yang klaim kebenaran dan ini berlaku pada semua agama. Yang kedua adalah tantangan pemahaman keagamaan yang tidak selaras dengan konsep kebangsaan, seperti Pancasila, UUD'45 dan lainnya dan mereka menolak bahkan ingin mendirikan NKRI Syariah, atau khilafah islamiyah (negara Islam). Tantangan yang ketiga ekstrimisme beragama, atau beragama berlebihan, seperti misalnya shalat di jalan raya, padahal kita banyak masjid dan mushola atau bisa dilakukan jamak atau qhosor dan masalah-masalah lainnya.
Selain munculnya tantangan, jelas Stafsus Nuruzzaman, harus mengetahui apa itu moderasi beragam dan ini terdapat 4 indikator, pertama orang beragama tapi tidak melanggar konsesus beragama. Kedua toleran, yakni tidak hanya menghargai perbedaan tetapi mau bekerjasama dengan orang yang berbeda atau perbedaan ini. Kerjasama ini bukan yang bersifat prinsip tetapi lebih bersifat sosial. Ketiga tidak melakukan kekerasan dan Keempat menghargai budaya lokal yang tidak bertentangan, Seperti misalnya wayang yang menjadi media keberagamaan saat itu dan saat ini menjadi warisan budaya, kearifan lokal.
Lalu tantangannya apa ?, lanjut Nuruzzaman, tantangan umat Islam saat ini adalah jumlah penduduk Indonesia selama 25 tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 238,5 juta pada tahun 2010 menjadi 268 074,6 juta pada tahun 2019 dan mencapai 305,6 juta pada tahun 2035.
Kemudian presentase penduduk Indonesia yang tinggi di pulau Jawa terus menurun dari sekitar 57,4 persen pada tahun 2010 menjadi 54,7 persen pada tahun 2035.
Inilah komposisi demografi penduduk Indonesia dari aktif ke waktu semakin dinamis, hal ini berpengaruh terhadap komposisi dan karakter bangsa Indonesia.
Selain itu, Nuruzzaman juga menjelaskan, bahwa kita harus menguasai media sosial, karena sekarang saja Twitter memiliki tranding tertinggi, lalu kemudian disusul oleh tiktok. Bahkan kata Nuruzzaman nanti pengguna smartphone diperkirakan mencapai 89 persen populasi pada 2025.
Ditegaskan Nurzaman, bahwa aktifitas keagamaan di media sosial, itu moderat 17 Persen, teror 0,6 persen, radikal 40 persen, intoleran 43 persen. Kemudian Teror 1405, radikal 91,312, intoleran 98,231, dan moderat 38,229.
Rektor IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Prof Dr H Aan Jaelani, M.Ag, dalam sambutannya menyatakan, pihaknya dalam moderasi beragama ini, sudah membuat rumah moderasi beragama dan akan membuat kurikulum moderasi beragama serta dimasukan ke dalam mata kuliah, karena moderasi beragama ini menjadi program prioritas Kementerian Agama Republik Indonesia.
"Kalau kita melihat di dalam QS. Al Baqarah, kata moderasi beragama itu ummatan wasathon dan ini ada tiga, pertama Yaaron, bukan saja persepektif atau cara pandang tetapi perilaku untuk menjadi manusia yang baik atau sempurna. Maka yang kedua wasatho bermakna tengah-tengah atau moderat, yakni antara umat Yahudi, Nasrani dan munculah moderasi islam. Yang ketiga menggunakan kata adl, yakni menjadi manusia yang adil, buat untuk diri kita saja, tetapi adil juga untuk orang lain.
"Terimakasih kami sampaikan kepada Bapak Muhammad Nuruzzaman, Stafsus Kementerian Agama yang hadir di tengah-tengah kita dan juga atas bersilaturrahmi ini, dan semoga bisa menjadi keberlanjutan untuk membangun akademik dan kampus kita ke depan," paparnya.
Sementara itu, hadir pada kegiatan ini, Staf Khusus (Stafsus) Kementerian Agama Republik Indonesia Dr Muhammad Nuruzzaman, S.Ag M.Si, Rektor IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Prof Dr H Aan Jaelani, M.Ag, Warek 2, Prof Dr H Jamali, M.Ag, Warek 3, Prof Dr Hajam, M.Ag dan Direktur Pascasarjana, Prof Dr H Suteja M.Ag, serta Kepala Kantor Kementerian Agama se-wilayah 3 Cirebon. (din/Adv)