PSGA IAIN Cirebon Menggelar Acara Panggung Perempuan
FOKUS CIREBON, FC - Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Syekh Nurjati Cirebon menggelar acara panggung Perempuan dalam rangka penutupan acara 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) yang dilaksanakan di ICC IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
Acara ini dihadiri oleh ratusan peserta, bukan hanya dari kalangan mahasiswa, namun juga dari berbagai latar belakang, termasuk aktivis hak perempuan, akademisi dan tamu undangan yang lainnya, hal ini menjadi momentum penting untuk meluncurkan Unit Layanan Terpadu Anti Kekerasan Seksual.
Acara ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menghentikan kekerasan terhadap perempuan, serta memberikan ruang bagi perempuan untuk berbicara dan berbagi pengalaman mereka terkait isu ini. Dalam acara ini, berbagai kegiatan dan pertunjukan telah diselenggarakan untuk mengedukasi dan menginspirasi masyarakat.
Dalam sambutannya, Dr. Masriah, M.Ag selaku Kepala PSGA IAIN Syekh Nurjati Cirebon, menyoroti keragaman kegiatan yang diselenggarakan dalam rangkaian 16 HAKTP. Mulai dari sosialisasi, seminar, workshop, hingga panggung perempuan yang memuat berbagai kegiatan seni dan deklarasi anti kekerasan.
“Kegiatan ini tidak hanya melibatkan internal kampus, tapi juga berbagai lembaga penting di Cirebon dan sekitarnya. Semoga upaya yang kami lakukan membawa manfaat bagi masyarakat," ungkapnya.
Acara ini diharapkan menjadi langkah awal yang berarti dalam perjuangan melawan kekerasan.“Kami berharap antusiasme dari tamu yang hadir ini menjadi energi positif untuk upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan,” pungkas Masriah.
Lalu, Alifatul Arifiah dari fahmina institute selaku ketua Jaringan Cirebon ikut menyuarakan pentingnya kegiatan penanganan korban kekerasan seksual dan upaya pencegahannya dikesempatan ini beliau menuturkan.
Jaringan Cirebon percaya bahwa penanganan korban kekerasan seksual tidak boleh hanya menjadi wacana, tetapi sebuah aksi nyata yang membutuhkan perhatian semua pihak. Upaya pencegahan dan perlindungan harus menjadi fokus bersama dalam menghapuskan kekerasan seksual.
"Melalui langkah-langkah konkret, termasuk edukasi, dukungan psikologis, dan advokasi bagi para korban, kami dapat bersama-sama membangun masyarakat yang lebih aman dan menghargai martabat setiap individu. Dengan menguatkan penangkal terhadap kekerasan seksual, kami berkomitmen untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan tanpa kekerasan bagi semua,” tutur Alifatul.
Sementara itu, Dr. H. Faqihuddin Abdul Kodir, MA.,Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IAIN Syekh Nurjati Cirebon, menekankan pentingnya kerja sama lintas lembaga dalam menangani isu kekerasan seksual.
“Saya percaya bahwa melibatkan berbagai lembaga dalam menangani isu kekerasan seksual adalah kunci untuk menciptakan perubahan yang signifikan. Kolaborasi lintas lembaga membawa beragam sudut pandang dan sumber daya yang diperlukan untuk menghadapi masalah ini dengan cara yang komprehensif dan efektif," ulasnya.
Ini bukan hanya tanggung jawab satu entitas, tapi sebuah komitmen bersama untuk menciptakan lingkungan yang aman dan bebas dari kekerasan, terutama bagi para perempuan yang sering menjadi korban.
"Kerja sama ini menjadi fondasi yang kokoh dalam memberikan perlindungan yang lebih baik dan memberi suara kepada mereka yang terpinggirkan oleh kekerasan seksual," jelasnya. Dr Faqihuddin.
Sementara itu juga, Prof Dr Hajam, M.Ag selaku Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama, secara resmi membuka Panggung Perempuan yang dipenuhi dengan beragam kegiatan seni dan deklarasi anti kekerasan.
Acara ini juga menjadi momentum penting untuk menandatangani deklarasi anti kekerasan seksual di perguruan tinggi. Para perwakilan dari PSGA, koordinator relawan, lembaga advokasi perempuan, dan berbagai organisasi terkait langsung menandatangani deklarasi ini, menegaskan komitmen mereka dalam memerangi kekerasan terhadap perempuan.
Dalam momen ini, pihaknya tidak hanya merayakan keberagaman seni dan kegiatan yang membangkitkan kesadaran akan pentingnya perempuan dalam masyarakat, tetapi juga menegaskan urgensi dari keberadaan Unit Layanan Terpadu Anti Kekerasan Seksual di lingkungan perguruan tinggi.
"Ini bukan hanya sebuah langkah simbolis, tetapi komitmen nyata untuk memberikan perlindungan dan akses terhadap layanan bagi mereka yang menjadi korban kekerasan seksual," ujar Prof Hajam.
Dengan harapan besar atas kesatuan komitmen dari berbagai pihak, acara Panggung Perempuan PSGA IAIN Syekh Nurjati Cirebon tidak hanya menjadi ajang perayaan, tetapi juga momentum nyata untuk menggalang kekuatan bersama dalam melawan kekerasan terhadap perempuan.
Imelda Triadhari selaku ketua relawan pusat studi gender dan anak mengungkapkan rasa bangga dan haru atas peresmian Unit Layanan Terpadu Anti Kekerasan Seksual "Nyimas Gandasari".
"Inisiatif ini merupakan bukti nyata komitmen kita untuk memberikan perlindungan,dukungan dan akses kepada korban kekerasan seksual," ungkapnya.
Dengan segala upaya yang telah dilakukan kamu yakin Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) beserta seluruh elemen kampus telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam membangun lingkungan kampus yang lebih aman dan adil.
Namun perjuangan ini belumlah berakhir,kita masih harus terus bergerak maju, menjaga semangat kolaborasi, dan menjalankan komitmen nyata untuk melawan kekerasan terhadap perempuan.
Khoerul Anwar selaku ketua pelaksana mengungkapkan pihaknya mengucapkan terima kasih kepada semua lembaga yang telah berkontribusi dalam mensukseskan acara ini, juga ucapan terima kasih kepada PSGA yang telah peduli dan berani mengadakan kegiatan ini secara meriah di kampus kita, IAIN Cirebon.
"Diucapkan pula rasa terima kasih kepada jaringan kemanusiaan Cirebon yang telah membantu kami dalam mewujudkan kampus yang tanggap terhadap kekerasan seksual. Dan kami ucapkan terima kasih kepada panitia yang telah mewujudkan acara yang sangat spektakuler ini," tuturnya.
Menurutnya, perguruan tinggi memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi semua individu. Dengan adanya unit penanganan kekerasan seksual, kami ingin menyediakan sarana yang lebih tanggap dan responsif dalam menangani kasus-kasus yang seringkali terabaikan atau sulit dilaporkan. (Ara)