Pakar Hukum dan Praktisi Berdiskusi, Upaya UIN Siber Cirebon Gagas Rekomendasi Revisi KUHAP
Diskusi ini menghadirkan pakar hukum, praktisi hukum, akademisi serta Aparat Penegak Hukum (APH), untuk membedah secara mendalam berbagai aspek dari Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP).
Dalam FGD ini ada lima narasumber, di antaranya Guru Besar Hukum, Prof. Dr H Sugianto, SH MH, advokat dan dosen Dr H Hermanto, SH MH, Dr H Dudung SH MH, Dr H Rusman SH MH serta Dekan Fakultas Syariah UIN Siber Cirebon.
Dr H Hermanto SH MH kepada media menyatakan bahwa Revisi KUHAP ini belum layak untuk disahkan. Sebab pengesahan ini sangat menjadi kebutuhan berkaitan dengan akan berlakunya KUHP baru nanti pada Januari 2026.
"Yang dianggap tidak layak itu adalah rancangan di dalamnya, kenapa karena masih banyak hal yang belum tercover dan disinkronisasikan dengan berbagai pihak terutama dalam hal ini dengan pihak Kepolisian yang dalam hal ini sebagai pintu gerbang daripada keadilan itu di dapat oleh para pihak, kenapa proses penyelidikan itu dihilangkan padahal keberadaannya sangat penting untuk mencari unsur pidana itu ada atau tidak sebelum menentukan adanya tersangka," jelasnya.
Dr Hermanto juga menjelaskan banyak hal terkait RKUHP yang seyogyanya harus ditunda. Seperti juga salah satu fokus utama dalam diskusi ini adalah konsep restorative justice, yang semakin menjadi perhatian dalam sistem hukum pidana modern.
Para Narasumber FGD juga menyoroti pentingnya pendekatan ini untuk memberikan keadilan yang lebih humanis, terutama dalam kasus-kasus tertentu yang seharusnya dapat diselesaikan di luar jalur peradilan formal.
Selain itu, perdebatan juga berkembang mengenai sistem penahanan dalam hukum pidana. Salah satu isu yang mencuat adalah perlunya pembatasan waktu yang lebih ketat dalam proses penyelidikan hingga penyidikan agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan atau kriminalisasi berlarut-larut.
Sejumlah narasumber menilai bahwa sistem yang ada saat ini masih membuka peluang terjadinya ketidakpastian hukum bagi tersangka.
“KUHAP yang kita gunakan saat ini masih merupakan produk hukum lama yang dibuat dalam konteks sosial-politik yang berbeda. Padahal, hukum seharusnya dinamis dan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman,” ujar Dr H Hermanto SH, MH dan Dr H Dudung SH MH, narasumber dalam FGD.
Selain dua isu utama tersebut, diskusi juga membahas berbagai aspek lain dari RKUHAP, termasuk transparansi dalam proses peradilan, hak-hak tersangka dan korban, serta optimalisasi peran lembaga-lembaga pengawas dalam sistem peradilan pidana.
Dengan semakin berkembangnya dinamika sosial dan teknologi, revisi KUHAP dinilai sebagai kebutuhan mendesak untuk memastikan bahwa sistem hukum di Indonesia tetap relevan, adil, dan mampu memberikan kepastian hukum bagi seluruh masyarakat. FGD ini diharapkan dapat menjadi kontribusi penting dalam proses penyempurnaan RKUHAP sebelum diimplementasikan dalam sistem peradilan Indonesia.
Sementara itu, Pakar Hukum sekaligus juga guru besar, Prof Dr H Sugianto SH MH, menyatakan bahwa FGD ini untuk mendapatkan rekomendasi dan rekomendasi itu akan disampaikan ke pihak DPR RI. (din)